![]() |
Hukum Tidak Membayar Puasa (Dok. Ist) |
Ramadan adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Di bulan ini, segala amal ibadah dilipatgandakan pahalanya, doa mudah dikabulkan, dan dosa diampuni. Sayangnya, banyak umat muslim yang tidak mengetahui hukum tidak membayar hutang puasa.
(toc) #title=(Daftar isi)
Saat sedang sakit, umat muslim boleh tidak berpuasa asalkan mengganti di lain hari. Selain sakit, ibu menyusui yang khawatir akan kondisi kesehatannya dan bayi bisa mengganti puasa di lain hari.
(getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Bagi umat muslim yang tidak bisa berpuasa karena alasan ini, ada kewajiban untuk menggantinya di lain waktu. Penggantiannya disebut puasa qadha, yang bisa dilakukan setelah Ramadan hingga sebelum bulan Ramadan berikutnya tiba.
Hukum Tidak Membayar Hutang Puasa Ramadhan
![]() |
Hukum Tidak Membayar Puasa (Dok. Ist) |
Terkadang, seseorang belum sempat mengganti puasa hingga melewati satu atau bahkan dua kali Ramadan. Lalu, bagaimana hukumnya?
Para ulama berpendapat bahwa jika seseorang menunda qadha puasa hingga datang Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah, maka ia tetap wajib menggantinya. Selain itu, dalam beberapa pandangan ulama, ia juga perlu membayar fidyah. (ads)
Disisi lain, Allah SWT memberikan keringanan bagi orang yang tidak bisa berpuasa di bulan Ramadan, dengan syarat mereka wajib menggantinya di hari lain. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an:
"Barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184)
Cara Mengganti Hutang Puasa Ramadhan
Karena alasan tertentu, sebagian orang sering menunda-nunda qadha puasa hingga melewati Ramadan berikutnya. Padahal, mengganti puasa hukumnya wajib bagi yang mampu. Berikut adalah hukum dan cara menggantinya menurut para ulama.
1. Mengganti Puasa Setelah Ramadan Berikutnya
Jika seseorang tidak sempat mengganti puasanya sebelum Ramadan berikutnya karena alasan yang sah, seperti sakit berkepanjangan, ia tetap wajib mengqadhanya setelah Ramadan selesai.
Menurut Imam Ibnu Baz, jika seseorang menunda qadha karena alasan yang benar (misalnya sakit), ia tidak dikenakan denda (fidyah). Namun, jika menundanya karena lalai atau meremehkan, maka selain mengqadha, ia juga harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan.
2. Mengqadha Tanpa Perlu Membayar Fidyah
Sebagian ulama, seperti mazhab Hanafiyah dan Imam Al-Albani, berpendapat bahwa seseorang yang menunda qadha puasa cukup menggantinya tanpa harus membayar fidyah.
Pendapat ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang hanya menyebut kewajiban mengganti puasa tanpa menyebut fidyah. Namun, bagi yang menunda tanpa alasan yang sah, dianjurkan untuk:
- Bertaubat kepada Allah SWT atas kelalaiannya.
- Segera mengqadha puasa.
- Meningkatkan ibadah dan sedekah sebagai bentuk penyesalan.
3. Mengqadha dan Membayar Fidyah
Sebaliknya, mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa orang yang menunda qadha puasa hingga melewati Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah wajib membayar fidyah.
Fidyah yang diberikan berupa makanan pokok (seperti beras) sebanyak satu mud (sekitar 6 ons) per hari yang ditinggalkan kepada fakir miskin. Pendapat ini didasarkan pada praktik beberapa sahabat Nabi yang memberikan makanan kepada orang miskin sebagai denda karena menunda qadha puasa.
4. Hanya Membayar Fidyah (Tanpa Qadha)
Bagi orang yang tidak mampu berpuasa dalam jangka waktu lama, seperti lansia, seseorang dengan penyakit kronis, ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatannya boleh membuat fidyah tanpa perlu mengqadha.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
"Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin." (HR. Abu Dawud)
Menurut Imam Nawawi, jika ibu hamil dan menyusui khawatir puasanya berbahaya bagi dirinya, maka ia hanya perlu mengqadha tanpa membayar fidyah. Namun, jika khawatir puasanya membahayakan anaknya, maka ia perlu mengqadha dan membayar fidyah.
Batas Waktu Mengganti Puasa Ramadan
Menurut Kementerian Agama (Kemenag) RI, qadha berarti mengganti atau melaksanakan ibadah di luar waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini, qadha puasa Ramadan adalah kewajiban untuk mengganti puasa yang tertinggal di bulan Ramadan pada waktu lain setelahnya. (getCard) #type=(post) #title=(Baca juga yang ini, cek yuk!)
Berdasarkan informasi dari Bimas Islam, ulama dari mazhab Syafi'i dan Hanbali sepakat bahwa batas waktu mengganti puasa Ramadan adalah hingga datangnya Ramadan berikutnya. Artinya, seseorang masih bisa mengganti puasanya sampai bulan Sya'ban, bulan terakhir sebelum Ramadan.
Pendapat ini juga diperkuat oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid, yang menyebutkan bahwa qadha puasa sebaiknya dilakukan sebelum bulan Ramadan berikutnya tiba. Bahkan, jika sudah melewati pertengahan bulan Sya'ban, masih diperbolehkan untuk mengganti puasa.
Jadi, bagi yang memiliki hutang puasa Ramadan, sebaiknya segera menggantinya sebelum memasuki Ramadan berikutnya agar tidak menumpuk kewajiban di tahun berikutnya. Telebih banyak hadist yang menjelaskan hukum tidak membayar hutang puasa.